Jumat, 01 Mei 2009

KARTINI SEBAGAI SOLUSI ATAU SEKEDAR SEREMONI BELAKA

Moment bulan April, R.A Kartini dinobatkan oleh aktifis perempuan sebagai pejuang emansipasi wanita. Dia digambarkan sebagai sosok yang bersemangat untuk memperjuangkan kaum perempuan agar mempunyai hak yang sama dan sejajar dengan kaum pria. Moment ini pula di angkat untuk terusmendorong perempuan Indonesia agar menduduki posisi-posisi yang biasanya di dominasi oleh pria. Benarkah ungkapan para aktifis perempuan sejalan dengan perjuangan Kartini?

Ada hal menarik dari kumpulan surat yang dibukukan dengan judul “habis gelap terbitlah terang”. Makna tersebut kalau kita perhatikan isinya sangat mendalam, pernahkah kita merasakan bagaimana silaunya mata ketika mengalami perubahan dari kondisi gelap menuju terang benderang yang perbedaan intensitas cahayanya sangat ekstrim. Hal ini merupakan gambaran kondisi kebanyakan kaum hawa pada saat sekarang, dengan dalih emansipasi wanita dan isu gender, mereka berprilaku seenaknya tanpa memperhatikan norma ketimuran, tidak peduli halal haram, yang penting tujuan tercapai apapun caranya. Karena tergiur gemerlapnya cahaya dunia yang menyilaukan merupakan gambaran para remaja saat ini, baik disadari atau tidak untuk tujuan tersebut banyak dari mereka di manfaatkan bahkan di eksploitasi dengan alasan wanita adalah bagaikan bunga, bunga adalah keindahan jadi apabila tidak dinikmati keindahan tersebut merupakan suatu keniscayaan dan merupakan kemubadziran bahkan tidak mensyukuri nikmatnya keindahan.

Contoh diatas adalah sebagian kecil fakta yang terjadi di masyarakat, bagaimana sikap kita untuk memperbaiki bangsa ini agar tidak terjerumus lebih dalam, memang cukup sulit mengubah kebiasaan dari satu kondisi ke kondisi yang lain apalagi kondisi tersebut kontradiktif sampai 180o, diperlukan ilmu yang cukup, latihan yang berkesinambungan, dan yang terpenting kita mau merubah pola fikir yang akan mempengaruhi pola sikap.
Salah satu contoh wujud perjuangan R.A Kartini yaitu , dia berusaha terus menerus walaupun banyak hambatan, dan cobaan di dalam perjuangannya, akan tetapi tidak membuat beliau putus asa malahan sebaliknya dengan keterbatasan itu dijadikannya modal untuk terus menuntut ilmu serta direalisasikan di dalam kehidupannya dengan harapan bisa merubah pola fikir yang akan mempengaruhi sikap bangsa ini menjadi lebih maju dan bukan jadi bahan eksploitasi bangsa yang sudah maju.

Hal lain yang perlu ditularkan kepada generasi muda sekarang adalah daya juang R.A Kartini yang tidak kenal lelah, sikap optimis agar bangsa ini tetap eksis dan bisa bersaing dengan bangsa lain.

Untuk memenuhi kepuasan intelektualnya R.A Kartini selalu sharing dengan teman-temannya baik langsung maupun melalui korespondensi dalam dan luar negri terutama bangsa Belanda dan Eropa. Inilah yang membentuk kepribadian beliau, selalu haus pengetahuan bagaikan kafilah di padang pasir yang selalu mencari mata air agar bisa memnuhi kebutuhan hidupnya, begitu pula R.A Kartini yang selalu merindukan akan ilmu baru yang belum pernah di ketahuinya. Dari pengalaman beliau yang menarik adalah bagaimana Kartini dengan segala keterbatasan membangun networking dalam hal menuntut ilmu walau tidak bertatap muka mungkin ini merupakan cikal bakal dari berdirinya Universitas Terbuka (UT).

Di dalam suratnya R.A Kartini juga meminta Pemerintah Hindia Belanda agar memperhatikan nasib pribumi dengan memfasilitasi pendidikan terutama bagi kaum perempuan. R.A Kartini menganggap bahwa tugas seorang perempuan adalah sebagai pendidik pertama dalam keluarga, keinginan dia adalah mengusahakan pendidikan dan pengajaran, supaya perempuan lebih cerdas di dalam menjalankan kewajibannya di dalam rumah tangga.

Tidak ada keinginan R.A Kartini untuk mengajar persamaan hak laki-laki dan meninggalkan perannya dalam rumah tangga, bahkan ketika dia menikah dengan seorang duda yang memiliki banyak anak, dia menikmati tugasnya sebagai istri dan ibu bagi anak-anak suaminya. Hal ini yang membuat Stella (sahabatnya) heran, mengapa R.A Kartini rela menikah dan menjalani kehidupan rumah tangganya, bahkan dia rela mengurungkan niatnya untuk melanjutkan study nya ke Batavia.

Di gambarkan juga di dalam bukunya bahwa R.A Kartini adalah sosok wanita yang berani menentang adat istiadat yang kuat di lingkungannya, karena adat istiadat pada waktu itu memandang bahwa manusia di bedakan berdasarkan asal usul keturunannya, sedangkan R.A Kartini menganggap bahwa setiap manusia itu sederajat. Pada awalnya R.A Kartini begitu mengagungkan kehidupan Liberal (bebas) di Eropa yang tidak di batasi oleh tradisi sebagaimana di tanah Jawa. Tetapi pada saat dia sedikit mengenal Islam justru sebaliknya dia mengkritik perdaban masyarakat Eropa dan menyatakan sebagai kehidupan yang tidak layak di sebut perdaban.
Jadi permasalahan masyarakat adalah masalah laki-laki dan perempuan bukan masalah perempuan saja, Islam tidak melarang kaum perempuan untuk beraktifitas di sektor publik tapi tidak meninggalkan fungsi utamanya yaitu mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Oleh karena itu solusinya bukan mengeluarkan perempuan dari fitrahnya dengan dalih emansipasi, keadilan, dan kesetaraan gender atau pemberdayaan perempuan. Sesungguhnya Alloh SWT. Telah menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai partner yang saling mengisi sesuai dengan perannya masing-masing.